Rabu, 05 September 2018

PT Solid Gold Berjangka | Pelemahan Rupiah 2018 Tak Separah Krisis 1998



PT SOLID GOLD BERJANGKA JAKARTA -  Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyatakan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik ketimbang saat krisis 1998. Meski nilai tukar rupiah saat ini tengah melemah ke level 14.800 per dolar Amerika Serikat.

"Jika dibandingkan 1998, seperti yang kerap dirujuk oleh banyak pengamat, situasinya tentu sangat berbeda," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6 di Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Erani mengatakan, saat krisis 1998, hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik. Contohnya, pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi.

"Pertumbuhan pada tahun tersebut minus 13,1 %, ekonomi betul-betul berkabut tebal. Nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.650 per dolar padahal IHSG pada saat itu hanya 256, sekarang terus tumbuh menjadi 5.700-an. Dan inflasi melambung sampai 82,4 %," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, saat 1998 cadangan devisa Indonesia hanya USD 17,4 miliar dollar dan kredit bermasalah atau Nonperforming Loan luar biasa tinggi hingga 30 %.

"Dan CAR minus 15,7 % sektor perbankan amat rapuh. Itu masih ditambah dengan suku bunga acuan BI yang mencapai 60 % dan rasio utang terhadap PDB sebesar 100 %," ungkap dia.

Melihat data tersebut, lanjut Erani, secara keseluruhan situasi yang terjadi sekarang ini dalam koridor ekonomi yang terkelola dengan baik, terlebih bila dibandingkan dengan 1998.

"Pemerintah dan BI terus memonitor kondisi ekonomi dan bertekad untuk memerbaiki defisit transaksi berjalan agar tekanan terhadap pelemahan rupiah makin berkurang. Beberapa kebijakan sudah diambil dan terus ditambah mengikuti dinamika ekonomi yang terjadi. Saling bergandengan tangan dan menumbuhkan sikap positif akan sangat membantu penguatan ekonomi nasional ke depan," tandas dia.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami pelemahan dalam beberapa pekan terakhir. Namun pelemahan rupiah ini tidak terlalu dalam jika dibandingkan mata uang di beberapa negara lain.

Dikutip dari data Reuters, dari awal tahun hingga Akhir Agustus atau year to date, rupiah hanya melemah 8,4 %. Angka tersebut lebih kecil jka dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Untuk periode yang sama, rupe India mengalami 10,4 % dan Rubel Rusia tertekan hingga 15,1 %. Tak hanya negara tersebut, mata uang rand Afrika Selatan melemah hingga 16,7 %.

Sedangkan untuk mata uang real Brasil mengalami tekanan yang cukup dalam mencapai 20,4 %. Untuk Lira Turki pelemahannya hingga 42,9 % dan peso Argentina mencapai 51,1 %.

Sedangkan khusus sepanjang Agustus 2018, rupiah hanya melemah 1,6 %. Jauh di bawah peso yang tercatat 26 % dan lira yang mencapai 25 %.

Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah ini bukan karena faktor dari dalam negeri tetapi lebih terserah karena faktor eksternal.

"Aksi jual lira Turki dan peso Argentina sangat berperan pada depresiasi drastis rupiah," jelas dia.

Saat ini memang Turki dan Argentina tengah masih dalam fase ketidakpastian ekonomi. Hal tersebut membuat investor melepas aset-aset beresiko seperti mata uang di negara berkembang termasuk rupiah.

Namun memang, pelemahan rupiah tidak terlalu besar karena kondisi ekonomi makro cukup stabil. Bahkan BI sebelummnya telah melakukan aksi antisipasi dengan menaikkan suku bunga acuan selama beberapa kali.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan bahwa seharusnya pelemahan rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan bisa terjaga dengan baik.

"Likuiditas terjaga baik, non performing loan di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 % menjadi 2,7 %." kata Mirza. - PT SOLID GOLD BERJANGKA

sumber : liputan6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar